BAB 1
ISI POKOK KEBIJAKAN
1.1 Uraian
Isi Pokok Kebijakan
Peraturan
Menteri Kesehatan Republik
Indonesia,
nomor HK.02.02/MENKES/1484/I/2010 tentang Izin dan penyelenggaraan praktik perawat,
terdiri dari 6 Bab 17 pasal dan 2 lampiran.
Bab 1 mengenai Ketentuan umum,(2) perizinan ,(3)
penyelenggaran praktik, (4) pembinaan dan pengawasan, (5) ketentuan peralihan
dan (6) mengenai ketentuan penutup. Lampiran 1 berisi formulir permohonan surat
ijin praktik perawatan dan lampiran 2 Surat ijin praktik Perawat.
a.
Bab
1 (Ketentuan umum)
Bab
ini menjelaskan tentang pemaparan definisi perawat, fasilitas, surat ijin
praktik perawat, standar, Surat Tanda Registrasi (STR), Obat bebas, obat bebas
terbatas dan organisasi profesi.
b.
Bab
2 (Perizinan)
Bab
ini menjelaskan tentang tempat dan syarat menjalankan praktik keperawatan,
syarat memperoleh SIPP, dan pihak yang
berwenang mengeluarkan SIPP
c.
Bab
3 (Penyelenggaraan Praktik)
Bab
ini menjelaskan tentang penyelenggaraan parktik, meliputi: tempat, sasaran dan
lingkup praktik keperawatan sesuai kewenangan serta tindakan diluar kewenangan
pada kondisi tertentu.dan hak dan kewajiban perawatan.
d.
Bab
4 (Pembinan dan Pengawasan)
Bab
ini menjelaskan tentang pihak yang membina dan Mengawasi, tujuan pembinaan dan
pengawasan serta tindakan administratif.
e.
Bab 5 (Ketentuan Peralihan)
Bab
ini menjelaskan tentang SIPP yang sudah dikeluarkan maupun dalam proses perizinan berdasarkan
Kepmenkes nomor 1239/MENKES/SK/IV/2001 masih berlaku.
f.
Bab
6 (Penutup)
Bab
ini menjelaskan tentang ketentuan pemberlakuan Kepmenkes nomor
HK.02.02/MENKES/1484/I/2010 dan Kempmenkes nomor 1239/MENKES/SK/IV/2001 tidak
berlaku.
1.2 Tujuan
Kebijakan
Tujuan Kebijakan ini adalah untuk mengatur perizinan dan
penyelenggaraan praktik perawat, baik mandiri maupun diluar praktik mandiri .
Kebijakan ini masih menjadi isu profesi dan belum menjadi isu publik, karena
masalah tersebut masih menjadi wacana
dalam profesi keperawatan dan masyarakat non profesi keperawatan belum
mengetahui tentang perizinan dan penyelenggaraan praktik perawat.
1.3
Sifat Kebijakan
Kebijakan ini bersifat
proaktif karena memiliki suatu kemampuan prediktif terhadap hal-hal yang
kemungkinan dapat terjadi terkait
dengan prakyik perawat sehingga perlu di berlakukan suatu aturan agar
hal tersebut tidak terjadi. Keputusan
menteri kesehatan ini disusun
untuk menjawab kebutuhan perawat tentang regulasi praktek keperawatan, sehingga
seluruh kegiatan praktek keperawatan memiliki landasan hukum dan melindungi
perawat dalam penyelenggaraan praktek keperawatan. Tindakan pencegahan perlu difikirkan sejak dini agar produk hukum
lebih berkualitas, bukan hanya berdasarkan pada masalah yang sudah terjadi baru
disusun suatu aturan, sehingga masalah yang menyangkut keharmonisan kehidupan
dapat lebih terjamin.
1.4
Karakteristik
Bersifat Protektif
Kebijakan ini dibuat dalam rangka untuk melindungi perawat (pemberi pelayanan keperawatan)
dan penerima layanan keperawatan dalam hal ini masyarakat.
Namun dalam permenkes HK.02.02/MENKES/148/I/2010 secara tertulis belum tertuang
tentang perlindungan terhadap penerima layanan praktek keperawatan, yang
tertuang hanya Hak perawat ps.11(bersifat protektif) dan kewajiban perawat yang
bisa dilihat pada pasal 12.
1.5
Level Kebijakan
Kebijakan ini pada level makro
karena berlaku di seluruh wilayah Indonesia dan ditetapkan oleh Mentri
Kesehatan.
BAB 2
ANALISIS KEBIJAKAN
2.1. Pembahasan Pasal Klausa yang Bermasalah
1.
Bab I pasal 1
ayat 1. Perawat adalah seorang tenaga yang telah lulus pendidikan perawat baik
di dalam maupun di luar negeri sesuai dengan peraturan perundang-undangan.
Pasal ini merujuk definisi keperawatan berdasarkan peraturan perundang-undangan, namun belum ada UU yang mengatur secara jelas
tentang pendidikan perawat. UU RI no.36 th 2009 tentang
kesehatan tidak mengatur secara jelas tentang pendidikan perawat. UPP. no 32 tahun 1996 juga tidak mengatur secara jelas definisi
perawat. Ketentuan pendidikan
keperawatan tercantum pada RUU Keperawatan, namun sampai saat ini masih belum di
syahkan.
2. Bab II pasal 4 ayat 1,menyatakan bahwa
SIPP sebagaimana dimaksud dalam pasal 3 ayat 1 dikeluarkan oleh Pemerintah
daerah Kabupaten /Kota.
Pasal ini tidak menjelaskan
instansi Pemerintah daerah Kabupaten /Kota yang berwenang mengeluarkan SIPP,
sehingga menyebabkan banyak persepsi tentang instansi yang berwenang.
3. Bab III Pasal 10 ayat (1) Dalam
keadaan darurat untuk penyelamatan nyawa seseorang/pasien dan tidak ada dokter
,perawat dapat melakukan pelayanan kesehatan diluar kewenangannya sebagaimana
dimaksud dalam pasal 8.
Kata diluar kewenangan memiliki interpretasi yang tidak terbatas jika
dimaknai secara general,harus ada ayat penjelas batas batas kewenangan yang
dimaksud.
Misalnya Berwenang melakukan tindakan BHD/BLS dilakukan oleh perawat yang memiliki sertifikasi, bisa saja
kata diluar kewenangan diinterpretasikan kedalam suatu tindakan invasive yang
pernah dilihat, meskipun mampu namun bukan kewenangannya merupakan suatu
tindakan yang bertentangan dengan hukum.
4.
Bab III
pasal 10 ayat 3 menjelaskan dalam melaksanakan pelayanan kesehatan sebagaimana
dimaksud pada ayat (2) harus mempertimbangkan kompetensi tingkat kedaduratan
dan kemungkinan untuk dirujuk.
Pada pasal ini kompetensi
tingkat kedaruratan belum dijelaskan, kompetensi itu tercantum pada RUU
Keperawatan, namun sampai saat ini
masih belum di syahkan
5.
Bab III
pasal 11 menjelaskan hak-hak perawat.
Pasal ini Tidak ada pasal yang
menjelaskan hak pasien sebagai penerima layanan keperawatan.
6.
Bab
IV pasal 13.ayat 2 Pembinaan diarahkan untuk
meningkatkan mutu pelayanan, keselamatan pasien dan melindungi masyarakat
terhadap masyarakat terhadap segala kemungkinan yang dapat menimbulkan bahaya
bagi kesehatan.
Pada pasal ini bentuk pembinaandan pengawasan belum dijelaskan secara
tertulis .
7.
Bab IV Pasal
14 menjelaskan bahwa pemerintah dan
pemerintah daerah dapat memberikan tindakan administratif kepada perawat yang
melakukan pelanggaran terhadap ketentuan penyelenggaraan praktik dalam
peraturan ini.
Pasal ini hanya memberikan sanksi administratif, seharusnya ancaman pidana diatur secara tertulis jika terjadi pelanggaran penyelengaraan praktik
keperawatan.
BAB 3
PREDIKSI
KEBERHASILAN
Prediksi
keberhasilan menurut kelompok kami, jika
Kepmenkes ini
dilakukan mampu mendukung program
pemerintah dalam meningkatkan derajat kesehatan masyarakat secara menyeluruh.
Hal ini dikarenakan Kepmenkes ini mengatur tentang legalitas praktik perawat
sehingga perawat dapat melakukan praktik di seluruh wilayah Indonesia, seperti
tercantum pada BAB I pasal 1 butir 3 dan 5; BAB II pasal 3. Kepmenkes ini juga
menimbulkan masalah baru karena ada beberapa pasal yang mengatur kewenangan
perawat tetapi kewenangan yang dimaksud
tidak jelas, seperti yang tercantum pada BAB III pasal 9, 10,
1.
BAB I
pasal 1 butir 3
Surat Izin Praktik Perawat
yang selanjutnya disingkat SIPP adalah bukti tertulis yang diberikan kepada
perawat untuk melakukan praktik keperawatan secara perorangan dan /atau
berkelompok
2.
BAB I
pasal 1 butir 5
Surat Tanda Registrasi yang
selanjutnya disingkat STR adalah bukti tertulis yang diberikan oleh pemerintah
kepada tenaga kesehatan yang telah memiliki sertifikat kompetensi sesuai
ketentuan peraturan perundang-undangan
3.
BAB
II pasal 3
(1) Setiap perawat yang menjalankan praktik wajib
memiliki SIPP
(2) Kewajiban memiliki SIPP dikecualikan bagi
perawat yang menjalankan praktik pada fasilitas pelayanan kesehatan di luar
praktik mandiri
4.
BAB
III pasal 9
Perawat dalam melakukan
praktik harus sesuai dengan kewenangan yang dimiliki
5.
BAB
III pasal 10
(1) Dalam keadaan darurat untuk penyelamatan
nyawa seseorang/pasien dan tidak ada dokter di tempat kejadian, perawat dapat
melakukan pelayanan kesehatan diluar kewenangan sebagaimana dimaksud dalam
pasal 8
(2) Bagi perawat yang menjalankan praktik di
daerah yang tidak memiliki dokter dalam rangka melaksanakan tugas pemerintah,
dapat melakukan pelayanan kesehatan diluar kewenangan sebagaimana dimaksud
dalam pasal 8
(3) Dalam melaksanakan pelayanan kesehatan
sebagaimana dimaksud pada ayat (2) harus mempertimbangkan kompetensi tingkat
kedaruratan dan kemungkinan untuk dirujuk
BAB 4
PENUTUP
Kebijakan ini
sangat penting didalam mengatur penyelenggaraan
praktik perawat karena sifatnya yang regulatif dan protektif sehingga perawat dapat melakukan praktik keperawatan sesuai dengan
ketentuan yang tertuang dalam Permenkes Nomor 02 tahun 2010.
Tidak ada komentar:
Posting Komentar