Adanya wacana tentang
sistem jaminan kesehatan yang digagas oleh kabupaten Badung, sebenarnya
memiliki tujuan yang sangat mulia. Didalam perundang undangan (UUD 1945 pasal 34, UU No.40 tahun 2004
tentang SJSN, Undang-undang kesehatan no.36 tahun 2009) dan beberapa peraturan pemerintah terkait, telah tertuang bahwa
pemerintah bertanggung jawab atas kesehatan masyarakat, mulai dari mengatur hak
masyarakat atas pelayanan kesehatan, kemudahan akses, pemerataan layanan,
fasilitas kesehatan dan universal
coverage mengenai jaminan sosial kesehatan. Namun menyimak pernyataan Bapak
Kepala Dinas Kesehatan Provinsi Bali tentang perlunya dilakukan kajian terhadap
rencana tersebut memang layak dipertimbangkan (Berita Bali Post11 November
2012), karena pengelolaan jaminan kesehatan bukan bersifat sederhana dan
sementara namun merupakan program yang berkesinambungan berkaitan dengan
manajemen pengelolaan; sumber pembiayaan,
sistem klaim,kepesertaan,sistem rujukan dan masih banyak beberapa hal mendasar
menjadi pertimbangan dalam membuat suatu program jaminan kesehatan. Menurut
pendapat pribadi saya, alangkah baiknya Pemkab Badung tetap dalam program JKBM,
namun jika sumber finansial kabupaten cukup mampu, sebaiknya kabupaten Badung
melengkapi dengan program plus yang sudah dicanangkan, seperti jaminan pada
kasus kecelakaan, kasus-kasus penyakit kronis seperti gagal ginjal, kemoterapi
pada kanker, HIV/AIDS dll yang memang
tidak ditanggung oleh JKBM bahkan asuransi swasta pun banyak tidak menanggung
beberapa penyakit kronis karena pada dasarnya jaminan kesehatan tidak ada yang
gratis karena memerlukan biaya yang besar. Perlu menjadi catatan pula bahwa
hakekatnya sistem jaminan kesehatan tersebut jika dalam bentuk asuransi memang
harus berbayar, meskipun pembayaran dilakukan oleh pemerintah dari dana
APBD. Beda halnya dengan bantuan sosial
yang diberikan secara cuma-cuma kepada masyarakat karena tidak mempunyai sumber keuangan atau akses
terhadap pelayanan yang dapat memenuhi kebutuhan pokok mereka. Oleh karena itu
jaminan kesehatan harus disertai dengan tata kelola yang baik dan tidak
mengabaikan program preventif, jangan sampai kebijakan “program jaminan
kesehatan gratis”yang sekarang sangat populer di kalangan pejabat publik mengakibatkan
kerugian dari pengelolaan keuangan daerah, bila perlu program pencegahan
dilakukan secara sporadis, jika program preventif tersebut berhasil maka dana
untuk pengobatan akan menurun. Program preventif seharusnya merupakan suatu
kebijakan yang menjadi fokus utama dan dibuat dalam program yang inovatif
sehingga mampu dicontoh oleh daerah-daerah lain misalnya seperti program
pemberdayaan sekaa teruna dalam pencegahan HIV/AIDS, program percontohan
keluarga sehat dan masih banyak lagi yang memiliki nilai inovatif, bahkan jika
berhasil akan memberikan peningkatan derajat kesehatan dan cost effective dari segi pengelolaan keuangan daerah. Program baru
kesehatan gratis jangan terkesan menyaingi
program yang sudah berjalan dengan baik, harapannya adalah program baru
seyogyanya melengkapi kekurangan yang ada. Seluruh masyarakat berharap siapapun
pemimpinnya kebijakan pro rakyat tersebut memang sustainability harus tetap dipertahankan, dan jangan sampai berganti
pemimpin sistem yang berjalan dengan baik selalu beganti, padahal secara umum
JKBM memang sudah dirasakan manfaatnya. Mungkin perubahan diperlukan untuk improvement misalnya peningkatan cakupan
pelayanan,sistem rujukan yang lebih diintegrasikan antar rumah sakit,
peningkatan kemampuan dan kapasitas rumah sakit jejaring serta peningkatan
upaya preventif dengan meningkatkan perilaku hidup sehat di masyarakat dengan
mengedepankan peran puskesmas dengan pemberdayaan masyarakat.