Senin, 12 November 2012

Jaminan Kesehatan yang terintegrasi (Surat Pembaca Bali Post)


Adanya wacana tentang sistem jaminan kesehatan yang digagas oleh kabupaten Badung, sebenarnya memiliki tujuan yang sangat mulia. Didalam perundang undangan (UUD 1945 pasal 34, UU No.40 tahun 2004 tentang SJSN, Undang-undang kesehatan no.36 tahun 2009) dan beberapa  peraturan pemerintah terkait, telah tertuang bahwa pemerintah bertanggung jawab atas kesehatan masyarakat, mulai dari mengatur hak masyarakat atas pelayanan kesehatan, kemudahan akses, pemerataan layanan, fasilitas kesehatan dan universal coverage mengenai jaminan sosial kesehatan. Namun menyimak pernyataan Bapak Kepala Dinas Kesehatan Provinsi Bali tentang perlunya dilakukan kajian terhadap rencana tersebut memang layak dipertimbangkan (Berita Bali Post11 November 2012), karena pengelolaan jaminan kesehatan bukan bersifat sederhana dan sementara namun merupakan program yang berkesinambungan berkaitan dengan manajemen pengelolaan; sumber  pembiayaan, sistem klaim,kepesertaan,sistem rujukan dan masih banyak beberapa hal mendasar menjadi pertimbangan dalam membuat suatu program jaminan kesehatan. Menurut pendapat pribadi saya, alangkah baiknya Pemkab Badung tetap dalam program JKBM, namun jika sumber finansial kabupaten cukup mampu, sebaiknya kabupaten Badung melengkapi dengan program plus yang sudah dicanangkan, seperti jaminan pada kasus kecelakaan, kasus-kasus penyakit kronis seperti gagal ginjal, kemoterapi pada kanker, HIV/AIDS  dll yang memang tidak ditanggung oleh JKBM bahkan asuransi swasta pun banyak tidak menanggung beberapa penyakit kronis karena pada dasarnya jaminan kesehatan tidak ada yang gratis karena memerlukan biaya yang besar. Perlu menjadi catatan pula bahwa hakekatnya sistem jaminan kesehatan tersebut jika dalam bentuk asuransi memang harus berbayar, meskipun pembayaran dilakukan oleh pemerintah dari dana APBD.  Beda halnya dengan bantuan sosial yang diberikan secara cuma-cuma kepada masyarakat karena tidak mempunyai sumber keuangan atau akses terhadap pelayanan yang dapat memenuhi kebutuhan pokok mereka. Oleh karena itu jaminan kesehatan harus disertai dengan tata kelola yang baik dan tidak mengabaikan program preventif, jangan sampai kebijakan “program jaminan kesehatan gratis”yang sekarang sangat populer di kalangan pejabat publik mengakibatkan kerugian dari pengelolaan keuangan daerah, bila perlu program pencegahan dilakukan secara sporadis, jika program preventif tersebut berhasil maka dana untuk pengobatan akan menurun. Program preventif seharusnya merupakan suatu kebijakan yang menjadi fokus utama dan dibuat dalam program yang inovatif sehingga mampu dicontoh oleh daerah-daerah lain misalnya seperti program pemberdayaan sekaa teruna dalam pencegahan HIV/AIDS, program percontohan keluarga sehat dan masih banyak lagi yang memiliki nilai inovatif, bahkan jika berhasil akan memberikan peningkatan derajat kesehatan dan cost effective dari segi pengelolaan keuangan daerah. Program baru kesehatan gratis jangan terkesan  menyaingi program yang sudah berjalan dengan baik, harapannya adalah program baru seyogyanya melengkapi kekurangan yang  ada. Seluruh masyarakat berharap siapapun pemimpinnya kebijakan pro rakyat tersebut memang sustainability harus tetap dipertahankan, dan jangan sampai berganti pemimpin sistem yang berjalan dengan baik selalu beganti, padahal secara umum JKBM memang sudah dirasakan manfaatnya. Mungkin perubahan diperlukan untuk improvement misalnya peningkatan cakupan pelayanan,sistem rujukan yang lebih diintegrasikan antar rumah sakit, peningkatan kemampuan dan kapasitas rumah sakit jejaring serta peningkatan upaya preventif dengan meningkatkan perilaku hidup sehat di masyarakat dengan mengedepankan peran puskesmas dengan pemberdayaan masyarakat.